Lokasinya dekat dengan Jakarta. Mengarah ke Cilegon dan sekitarnya. Karena dekat dan hanya mengambil spot-spot tertentu saja, aku langsung ikutan. Belum pernah. Diperkirakan acara ini hanya butuh satu hari. Jadi bisa bolak balik blekok. Terbang bolak balik seperti burung blekok.
Aku pernah menulis bahwa motret itu butuh butuh persiapan. Persiapan fisik, alat dan spot yang kira-kira akan diambil. Namun lagi-lagi aku melakukan kesalahan yang sempurna. Berangkat tanpa persiapan yang matang. Asal berangkat aja dan udah merasa senang duluan sebelum berangkat. Ingat yaa... jangan ditiru kelakuan kayak aku ini.
Rencananya, aku dan rombongan mau mantai. Mantai saat matahari sudah mulai naik dan pulang saat matahari mau turun. Otak sih langsung bilang, "Indah".
Otomatis seharusnya perlu menyiapkan kamera dengan lensa wide (wajib, karena mau nge-landscape di pantai). Jangan lupa bawa filter ND atau GND buat narik-narik awan atau melembutkan debur ombak keras dihatimu (cieeehhh, uhuk keselek). Biar air di pantai (kelihatan dasar) atau langit lebih berkarakter awan-awannya, bawa pula filter CPL. Biar enak jepretnya dan engga bikin goyang kamera, bawa juga remote atau cable shutter. Jangan lupa tongkat sakti alias tripod kokoh.
Sedang aku ? Bawa se-simple mungkin dan engga mau ribet-ribet. Lebih banyak karena otak mikirnya cuma jalan-jalan sih. Bukan motret beneran hehehehe.
Spot pertama yang dituju adalah kapal karam. Kapal ini menjadi fenomena yang menarik ketika ada yang berhasil memotret dengan luar biasa. Maksud hati sih pengennya pas sunset atau sunrise motret disini. Tapi apa daya, aku kudu ngikutin aturan main sang EO.
Pada saat seperti inilah diperlukan filter. Karena matahari sudah mulai naik. Agar cahaya cinta eh cahaya matahari bisa dilembutkan. Kalau ada dua bagian, langit dan laut, cukup pake GND biar langit bisa dilembutkan dan laut tetep apa adanya. Kalau kurang lembut semua, gabungin dengan ND. Kalau pengen batu karang yang tertutup air laut kelihatan sexy, pasang juga CPL. Puter-puter sampe pas.
Abis mantai macarin perahu karam, kami meluncur ke pantai entah apa namanya. Disana kami terkantuk-kantuk abis makan. Duduk-duduk dan bahkan ada yang pijetan. Banyak ibu-ibu yang bisa mijet sih. Ada juga yang ambil-ambil foto.
Setelah matahari agak turun, kami melanjutkan lagi perjalanan menuju pantai yang aku juga engga tau namanya. Eeh koq engga tau namanya sih (bahasa halusnya lupa) ? Iya lupa, lagi males teriak-teriak "Ok, Google".
Untuk menuju lokasi, kudu menerobos dulu dan jalan sekitar seratus atau dua ratus meteran. Sambil dicumbu nyamuk dan kadang menusuk bau tak sedap tentu saja. Gini ini nih kalau jadi landscaper. Rekoso banget untuk dapat gambar yang diinginkan.
Pokoknya disini puaslah mencumbu matahari. Lagi keluar keindahannya. Belum lagi alamnya yang lumayan asik. Nah disini perlu inget-inget apa yang akan diambil fotonya. Jangan kayak aku. Terbuai nikmat dan lupa ngambil dari spot lain hehehe.. Secara kurang maksimal gitu jadinya hehehe.
Puas moto dan menjelang malam kami balik lagi ke perahu karam buat makan malam. Enak bener rasanya menikmati sup kepala ikan dengan sambel pedas. Greng.. greng di perut dah. Bablas makan, maka kamipun bablas pulang ke Jakarta sambil merem kekenyangan.
Pelajaran yang berharga dan terbawa adalah.. persiapkan segala sesuatu dengan teliti kalau mau motret. Tapi yang jelas... "Antara Anyer dan Jakarta... Aku Jatuh Cinta.." dududuududu..
No comments:
Post a Comment