Monday, June 4, 2018

Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 7)

Baru saja berasa tidur nyenyak.  Sementara iler belum netes semua.  Namun di luar kamar sudah disuarakan pengumuman.  Banguun.. banguunn.. mau moto sunrise engga ?

Ya.. saat motret milky way, rombongan kami terpecah belah.  Sebagian akan mengikuti acara resmi yaitu motret konsep kehidupan warga Dieng dengan bun upas yang diperkirakan nongol pagi ini.  Sebagian lagi mau nekat menuju Sikunir yang legendaris untuk memotret sunrise.

Nah gerombolan sunrise harus segera siap-siap.  Biar engga ketinggalan matahari, harus segera nanjak.  Iya nanjak menaiki bukit.  Disana akan terlihat betapa menakjubkannya matahari bersinar, gerumbulan gunung serta lautan kabut putih yang merangkul Dieng Plateau dengan angkuhnya.

Aku ikut yang mana ?  Jelas aja ikutan sunrise my bro.  Walau dengkul masih teklak tekluk,  namun semangat membara untuk mendapatkan foto impian begitu menggoda.  Berangkat !

Akhirnya segelintir tukang foto bertekad untuk menaiki bukit.  Pelan-pelan, selangkah demi selangkah.  Berhenti sejenak.  Jalan lagi, duuh undak-undakan begitu tinggi.  Kaki berasa meleyot dan menggemeretak kedinginnan.  Terus saja kami melaju.  Menuju spot impian sejuta umat fotografer.

Namun apa daya kasih tak sampai.  Kakiku ngilu ketika tinggal sepotong jalur tercapai.  Tak sanggup meneruskan langkah kaki.  Akhirnya dengan beberapa teman, mangkal saja dipinggiran bukit dibawah Sikunir.  Menyiapkan kamera dan duduk memeluk dingin.

Seorang teman yang notabene adalah pendaki, melanjutkan perjalanan menuju Sikunir.  Biarlah.  Impian semula tak tercapai,  Kelak suatu saat aku juga bisa kesana.  Sekarang, duduk peluk tangan kedinginan saja disini.  Sampai matahari nongol dengan senyum manisnya.


Itulah perjalanan singkat di seputaran Dieng.  Belum semua dijelajahi.  Terutama kehidupan masyarakat Dieng dengan tradisinya.  Kehidupan para rambut gimbal.  Kehidupan religi masa lalu.  Masih banyak lagi.  Aku cuma berharap, kelak suatu ketika bisa menikmati Dieng kembali.  Sebelum ajal menjemput.

No comments:

Post a Comment