Saturday, June 30, 2018

Antara Anyer dan Jakarta.. Aku Jatuh Cinta

Entah kapan syair itu pernah berdendang.  Entah siapa pula yang menyanyikan.  Namun lagu itu membuatku langsung aja menerima sodoran tawaran untuk moto di seputaran Anyer.

Lokasinya dekat dengan Jakarta.  Mengarah ke Cilegon dan sekitarnya.  Karena dekat dan hanya mengambil spot-spot tertentu saja, aku langsung ikutan.  Belum pernah.  Diperkirakan acara ini hanya butuh satu hari.  Jadi bisa bolak balik blekok.  Terbang bolak balik seperti burung blekok.


Friday, June 29, 2018

Jakarta Dalam Balutan Cahaya

Naik.. naik ke puncak gunung..  ehh... gedung.  Tinggi-tinggii sekaliii..  Aku selalu terkesima dengan keindahahan pemandangan kota saat temaram senja.  Gedung-gedung bermandikan cahaya dibalut langit keren.

Motret keindahan Jakarta ?  Wuiih keren banget tuh.  Pengen banget punya foto-foto Jakarta bermandikan cahaya lampu.  Warna-warni indah dan penuh glamour.  Mewah.


Sunday, June 24, 2018

Mencari PACE di Kebun Binatang Ragunan

Beberapa minggu kemarin, rame banget dengan istilah "PACE" yang diunggah sebagai status di sosial media.  Berhubung penasaran, aku sebagai anak gahool kudu segera update masalah ginian.  Ssstt.. ngakunya anak gahool, kagak tau apa kalau dengkul udah teklak tekluk dan rambut semakin bijaksana ?

Thursday, June 21, 2018

Sunrise dan Sunset yang tertukar di Cirebon (Episode Sunrise)

Begitu terjaga menjelang subuh dan ingat kalau besok adalah hari ikutan arus balik, aku segera bangun untuk menunaikan niat membuat arus balik moto.  Liat langit bentar dan naga-naganya agak berawan.  Tapi tetap nekad sih.  Kapan lagi motret pagi-pagi ke arah setu patok.


Wednesday, June 20, 2018

Sunrise dan Sunset yang tertukar di Cirebon (Episode Sunset)

Akhirnya berhasil mudik juga.  Tentu saja aku tak menggunakan cara heroik dengan memilih memakai kendaraan pribadi.  Mudik bagiku adalah menempuh perjalanan dengan tepat waktu.  Tentu saja dengan kereta api.  Mesin besi yang gagah perkasa dan mempunyai jalur sendiri.  Keren kan ? hehehehe.

Di kota Cirebon kali ini aku iseng terbolak balik memilih tempat motret.  Biasanya, pakemnya, aku akan ke pantai Kejawanan untuk mendapatkan sunrise bohay.  Kemudian menuju ke Setu Patok untuk mendapatkan sunset yang menari dengan sexy.


Saturday, June 16, 2018

Lebaran di Jakarta

Lebaran adalah istilah populer ketika umat islam menyelesaikan puasa.  Kalau di Jawa, istilah bekennya adalah riyaya atau sering diucapkan sugeng riyadi ketika bertemu sesama muslim.  Bukan sugeng anaknya pak riyadi lhoo.

Thursday, June 14, 2018

Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 7)

Lenyapnya langit kobong menandakan berakhirnya acara menyambangi sunrise di Ujung Genteng.  Semestinya kami kembali ke hotel dan siap-siap untuk balik ke Jakarta.  Namun lagi-lagi kami merayu sang Pria budiman untuk berhenti sejenak di pelabuhan perikanan Ujung Genteng.


Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 6)

Curug Cimarinjung membawa kenangan.  Curug indah mempesona dan diakhiri dengan keindahan teater eeh.. amphitheater Ciletuh dari atas.  Jajaran pantai Palangpang terlihat indah.  Membentuk lengkungan busur indah.  Dikelilingi pohon dan bebatuan kuno.  Ahh.. aku menjadi rada lebay.  Am I a romantic?



Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 5)

Puncak Darma !  Apakah aku harus melompat kegirangan atau kah tersenyum kecut ?  Errggh... kecut kayaknya karena dengkul rada ngadat dan engga mau kompromi.  Sambil jalan pelan-pelan setelah melihat kemolekan curug Cimarinjung dengan dengkul kagak asik, berjalanlah aku menuju parkiran.


Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 4)

Leyeh-leyeh alias duduk santai termangu sambil dimakan ngantuk.  Itulah yang aku kerjakan siang itu di curug Sodong.  Beberapa foto sudah diambil.  Banyak yang berbintik hitam karena tanpa sadar lensa kamera dimakan percikan air terjun.  Gegara motret tanpa teliti, ya begitulah.


Wednesday, June 13, 2018

Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 3)

Setelah badan mengawang-awang ketika mendaki tebing curug awang, kami melanjutkan perjalanan menuruni bukit menuju lembah.  Tentu saja naik mobil.  Mana mungkin jalan kaki.  Gempor apa ?

Pelan tapi pasti mobil merayap pelan.  Meliuk turun ke arah lembah.  Meninggalkan Panenjoan.  Melewati pepohonan hijau segar.  Sesekali berpapasan dengan motor atau mobil warga sekitar.  Ada persawahan yang masih setengah panen.  Udara segar dan kami tidak menggunakan AC.  Cukup buka jendela lebar-lebar.  Sueegerr rek !


Tuesday, June 12, 2018

Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 2)

Waktu melambat pelan.  Matahari pun seolah malas untuk beringsut.  Semua seolah dalam slow motion masal.  Begitulah ketika aku sudah kenyang dan cangkir kopi hampir habis.  Apalagi angin sepoi-sepoi basah yang dirasakan dari tempat duduk yang memandang luas pada teater alam geopark.

Ujung-ujungnya adalah mata menjadi terkantuk-kantuk.  Kesipitan mataku hampir menjadi garis.  Nyaman dan angler kalau berlanjut menjadi tidur pagi.  Setelah semalaman tak tidur sempurna.

Beruntunglah sang Pria budiman segera memberikan komando bahwa rombongan harus segera menuju lokasi wisata berikutnya.  Oh iya yaa... open trip ini bukan acara motret rame-rame.  Tapi wisata.  Wisata menelusuri seluk beluk Geopark Ciletuh nan sexy.  Kalau trip motret biasanya hanya beraksi pada waktu-waktu tertentu.  Misal menjelang sunrise atau saat sunset.  Siang biasanya dipake untuk istirahat.


Menyambangi Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng (Seri 1)

Kala otak udah senut-senut.  Pikiran terbawa aliran negara api.  Badan berasa lungkrah dan mata berpendar tak jelas.  Itulah saat bagiku untuk melakukan perjalanan.  Perjalanan yang sesungguhnya.  Pergi ke daerah apa saja untuk mengayunkan kaki.

Ketika hal tersebut menyergap tanpa ampun, maka "niyat inyong" untuk mencari daerah mana yang akan didatangi.  Browsing sana browsing sini, liat timeline onoh ama timeline inih.  Sampe akhirnya teringat sang pemandu budiman dari tanah Ujung Genteng.  Pria bernama Pria (lho!), enaknya nulis lelaki bernama Pria menawarkan open trip.  Beliau sedang mengadakan open trip ke Geopark Ciletuh dan Ujung Genteng.  Daerah seputaran Palabuhan Ratu Sukabumi lah.  Langsung sikaaat untuk mendaftar.

Monday, June 11, 2018

Sepotong Cerita dari Monas Jakarta

Jakarta.  Ibu kota negara Indonesia, negeri kita.  Selalu menjadi sorotan.  Sorotan dari warganya maupun dari seluruh penduduk Indonesia.  Mungkin juga dari Luar Negeri.

Geliat Jakarta memang lain dari pada yang lain.  Dimana penduduk asli mulai terpinggirkan dan penduduk pendatang semakin menjamur.  Entah sudah berapa juta atau berapa puluh juta penduduk yang bertebaran di Jakarta.  Untuk memenuhi kebutuhan primer tentu saja,


Sunday, June 10, 2018

Selfie ? Menyenangkan kah ?

Selfie menjadi istilah yang booming sejak sosial media di Internet menjadi kebutuhan primer.  Kebutuhan primer ya ? eh.. hehehehe.  Pada dasarnya selfie adalah self potrait dalam fotografi.  Artinya selfie dilakukan oleh diri sendiri baik dengan menggunakan kamera maupun handphone.

Sejak menjadi trending topic, maka bermunculan lah alat bantu selfie.  Misal tongkat selfie alias tongsis.  Tongkat yang banyak dibawa kemana-mana oleh para penggemar selfie.  Apalagi dengan adanya peningkatan kualitas editing hasil foto di handphone.  Model unyu, beauty, halus mulus, pipi jadi tirus, mata jadi belok atau apalah.  Semakin aneh lah wajah-wajah para selfie mania :)


Thursday, June 7, 2018

Yogya, memang istimewa ! (Episode 3)

Sejatinya ada sedikit retakan hati yang timbul.  Ketika gagal mendapatkan angan-angan untuk motret candi ratu boko dan mataharinya.  Tapi sudahlah... biarkan hati ini merana tak mendapatkan cinta kali ini.  Biarkan bilur retakan itu lenyap ditelan empuknya kasur hotel.  Tidurlah wahai penikmat senja.  Besok kau akan menikmati indahnya semleret di atas candi borobudur.


Wednesday, June 6, 2018

Yogya, memang istimewa ! (Episode 2)

Akhirnya memotret model di Tamansari usai sudah.  Sempat bertemu dengan seniman daerah situ.  Chit chat sebentar kemudian menjelang sore kita berangkat menuju candi ratu boko.  Bagai bakal ketemu emas bukan ? Bakal melihat sunset indah menapaki bangunan candi.  Beeuhh... luar biasa bukan ?

Tuesday, June 5, 2018

Yogya, memang istimewa ! (Episode 1)

Selesai sudah menguras ngilu dari Dieng.  Kakiku kaku-kaku dan dipeluk capek.  Namun perjalanan belum berakhir.  Masih ada alur jalur yang harus ditempuh.  Menuju Yogya kitaaaa...

Yogya memang kota kenangan.  Terlalu banyak kenangan disana.  Kenangan seorang paman yang menodongkan buku-buku agar aku segera menyelesaikan kuliah yang mbuh rak jelas.  Kenangan jalan-jalannya yang penuh dengan "monggo mas" dan "inggih".  Kenangan dipalak pedagang iwak dara di Malioboro (tapi yang mbayar pamanku sih).  Dan... aduuh... ada kenangan sehingga sepucuk surat warna merah jambu menyambangi kost ku dari kota gudeg.


Monday, June 4, 2018

Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 7)

Baru saja berasa tidur nyenyak.  Sementara iler belum netes semua.  Namun di luar kamar sudah disuarakan pengumuman.  Banguun.. banguunn.. mau moto sunrise engga ?

Ya.. saat motret milky way, rombongan kami terpecah belah.  Sebagian akan mengikuti acara resmi yaitu motret konsep kehidupan warga Dieng dengan bun upas yang diperkirakan nongol pagi ini.  Sebagian lagi mau nekat menuju Sikunir yang legendaris untuk memotret sunrise.

Nah gerombolan sunrise harus segera siap-siap.  Biar engga ketinggalan matahari, harus segera nanjak.  Iya nanjak menaiki bukit.  Disana akan terlihat betapa menakjubkannya matahari bersinar, gerumbulan gunung serta lautan kabut putih yang merangkul Dieng Plateau dengan angkuhnya.

Aku ikut yang mana ?  Jelas aja ikutan sunrise my bro.  Walau dengkul masih teklak tekluk,  namun semangat membara untuk mendapatkan foto impian begitu menggoda.  Berangkat !

Akhirnya segelintir tukang foto bertekad untuk menaiki bukit.  Pelan-pelan, selangkah demi selangkah.  Berhenti sejenak.  Jalan lagi, duuh undak-undakan begitu tinggi.  Kaki berasa meleyot dan menggemeretak kedinginnan.  Terus saja kami melaju.  Menuju spot impian sejuta umat fotografer.

Namun apa daya kasih tak sampai.  Kakiku ngilu ketika tinggal sepotong jalur tercapai.  Tak sanggup meneruskan langkah kaki.  Akhirnya dengan beberapa teman, mangkal saja dipinggiran bukit dibawah Sikunir.  Menyiapkan kamera dan duduk memeluk dingin.

Seorang teman yang notabene adalah pendaki, melanjutkan perjalanan menuju Sikunir.  Biarlah.  Impian semula tak tercapai,  Kelak suatu saat aku juga bisa kesana.  Sekarang, duduk peluk tangan kedinginan saja disini.  Sampai matahari nongol dengan senyum manisnya.


Itulah perjalanan singkat di seputaran Dieng.  Belum semua dijelajahi.  Terutama kehidupan masyarakat Dieng dengan tradisinya.  Kehidupan para rambut gimbal.  Kehidupan religi masa lalu.  Masih banyak lagi.  Aku cuma berharap, kelak suatu ketika bisa menikmati Dieng kembali.  Sebelum ajal menjemput.

Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 6)

Tak ada keindahan dunia yang tidak ditutup oleh indahnya matahari terbenam.  Demikian pula perjalananku yang dihantui kawah Sikidang, berakhir dengan duduk manis dipinggir jalan.  Duduk sambil melihat matahari yang mulai turun perlahan.

Segera disiapkan tripod dan memasang kamera.  Sebenarnya enggan juga sih, karena hatiku cuma ingin menikmati gelora alam sore hari.  Namun kepikiran sayang juga kalau sudah jauh-jauh kesini tapi engga mendapatkan moment matahari tenggelam.

Setelah kamera siap, clingak-clinguk dan ketawa-ketiwi dengan teman-teman seperjalanan.  Ada yang sambil masang filter canggih, ada yang siap-siap pake kamera jadul, ada yang sibuk geser sana geser sini cari posisi strategis bahkan ada yang bingung mau setting kamera yang kayak apa.

Nikmati saja kesibukan sore ini kawan.


Sore itu memang dihabiskan dengan santai.  Ngobrol dengan para photographer senior.  Suka duka motret.  Suka duka alat yang digunakan.  Curhat harga lensa yang super.  Entah apalagi.  Pokoknya sambil waspada menunggu semleret warna kuning keemasan berpendar.

Dari ngobrol ngalor ngidul, akhirnya diputuskan tengah malam nanti nginceng jalan susu.  Bukan susu sapi apalagi susu ntu tuu...  Ini jalan susunya para bintang gemintang dan planet yang berjumlah jutaan (mungkin) yang melintasi langit.  Membentuk formasi indah dan bikin mabuk langit.

Sekitar jam 23 an, kami berangkat dari hotel.  Lokasi terletak di daerah percandian dan suasana disana memang gelap.  Merinding sih, walau ada beberapa teman yang ikut juga.  Lupa engga bawa senter, jadinya jalan kepaduk-paduk.

Namun semua bisa dilalui dan tadaaaa... aku berhasil bikin foto jalan susu alias milky way pertama kali di Dieng :)


Selesai urusan jalan susu, kami pulang dengan santai.  Kalau engga salah ingat, kami jalan kaki ke hotel.  Sekitar pukul 1 dini harian.  Terlihat beberapa penduduk Dieng masih terjaga dan asik dengan kesibukan masing-masing.

Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 5)

Setelah sepeminuman teh atau sepelemparan batu untuk turun dari Pangonan, digiringlah kami untuk ketemu hotel.  Yaaayyy... mandi air hangat, kasur empuk dan sederet menu makan siang.  Otak langsung klik dan semangat muncul lagi.

Kami memasuki hotel sederhana namun bersih.  Setelah mendapat kamar, cek sana cek sini.  Ternyata kamarku tak ada AC.  Ternyata Dieng dingin banget.  Tak perlu AC untuk mendinginkan badan hehehe.

Sebelum bobo ciang, makan dulu kawan.  Ada nasi hangat, tempe kemul, sepanci sayur asem dan segepok sambal segar.  Prasmanan dan kenyang dah.  Sampai cacing yang kremas kremus tadi pagi bersujud mengucapkan terima kasih.

Baru leyeh-leyeh bentar sambil terkantuk-kantuk, eeh panggilan untuk siap-siap sudah terdengar kembali.  Siap-siap saba kawah legend.  Huaduuh.. duuh.. apa yang aku takutkan muncul lagi.  Perasaan udah ilang sepagian, eeh sekarang muncul lagi.  Mendengar kawah Sikidang temannya kawah Sinila disebut.



Berhubung bubur yang tadi siang udah ancur, maka kuatin ati dan bismillah berangkat.

Sesampai disana, rada ngeri juga melihat asap bergelayutan.  Ditambah bau belerang yang menyergap.  Duuh biyuuung.. paringana kiaat.

Sambil deg-deg ser, aku ambil beberapa foto.  Tak ku pedulikan setting yang benar.  Hanya nyali aja yang diajak kompromi.  Menenangkan pikiran dan membuang jauh rasa takut.  Nekat.

Begitu ada kesempatan, aku langsung ngacir ke area parkir dan nongkrong tanpa daya disana.  Huftt... setidaknya saya berhasil meninggalkan rasa takut disana.



Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 4)

Setelah mata dicuci indahnya pemandangan, tetiba sang komandan tour guide mengeluarkan perintah terbaru.  "Ayoo ke bukit pangonan !", ujarnya dengan penuh semangat.  Lhoo... pangonan atau penganan ? suara batinku agak tercekat.  Rada berharap dengan sesuatu yang bisa masuk perut.

OK saja dan setelah berkendara beberapa saat, tibalah disebuah pintu masuk.  Ada penanda area burung dara berlomba sih.  Terlihat juga jalur pipa panjang.  Entahlah namanya apa.

Setelah kami turun, tour guide memberikan "clue".  Bahwa Pangonan adalah sebuah savana yang ada di dataran tinggi Dieng.  Oooh mau lihat savana.  Inyong dadi kelingan jaman kuliah mbiyen (lho koq nyelip republik ngapak ?).  Savana adalah padang rumput luas dengan berbagai macam ekosistem yang beraneka ragam.  Rada ngerti soalnya tetangga kamar kost adalah anak peternakan.

Pemandu tour bilang dengan santai, savana terletak di balik bukit.  Tidak jauh dan bukitnya tidak tinggi.  Jalannya menyusuri pipa besi sampai ke atas.  Begitu perintah yang diberikan.  Tapi... sik.. sikk... tak liat dulu dengan mripat minusku.  Lhaa wheeelaaadalah... duwur bianget kayane.  Duh biyuuung...

Namun nasi sudah menjadi bubur.  Buburpun belum masuk perut.  Apa boleh buat, krenteg ati kudu kuat.  Mangkaaat !

Perlahan tapi pasti,  kaki yang menua ini menjejakkan langkah.  Menyusuri ladang, menaiki undakan tanah, mlipir menghindari ilalang dan menyusuri jalan setapak.  Katanya tidak jauh.  Tapi iki sikil rak tekan-tekan.

Kadang lelah dan berhenti sebentar.  Sesekali sambil diberi buah carica yang legend di Dieng.  Segar sih.. tapi jalan masih panjang kawan.  Iming-iming tour guide bahwa savana sebentar lagi akan terlihat seolah masih jauh dialam mimpi.

Namun karena sudah kadung naik dan tengsin untuk turun lagi,  tetap melangkahlah sang kaki.  walau terseok-seok.  Aku pikir, teman seperjalananpun bernasib sama.  Ngos-ngosan, jantung berderu dan kaki lempoh kecapekan.  Oh yaa.. beban kami adalah peralatan motret.  Bahkan ada yang bawa tripod segala.

Semangat yang hampir habis terkikiskan ketika mendengar teriakan rombongan pertama yang mencapai savana terlebih dahulu.  Yihaaa... sudah dekat.

Benar saja, setelah menyibak ilalang tinggi, terlihatlah savana Pangonan.  Savana dengan warna coklat dengan deretan pohon-pohon hijau dan dilatari langit biru berawan.  Sampai dah kitaaa.  Cukup indah dan kayak nonton film barat jaman cowboy.  Ada yang pernah nonton "little house on the prairie" ?  Kira-kira seperti itu savananya.  Aku sih mbatin.  Mana ada anak jaman now menonton film jadul.

Nah sebagai balas budi atas kebaikan tour guide menemani kami ke savana, akhirnya kami balas dengan "mengerjain".  Kami meminta tour guide beserta team untuk bermain "levitasi".  Dipotret dengan posisi lompat atau melayang diudara dan seolah-olah freeze.  Mbohlah...


Pokoknya melompat-lompat sampe kesel hehehhe...

Sambil motret, aku cuma mikirin gimana pulangnya ?  Tengah hari bolong di atas bukit dan cacing perut udah kremas kremus minta diisi.




Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 3)

Setelah menikmati keindahan Dieng dalam selimut kabut, kami pun berjalan lagi.  Menaiki bukit lagi.  Namun kali ini kami diajak melihat telaga fenomenal.  Keindahan telaga tentu saja bisa dinikmati dari ketinggian yang bagus.  Siapkan dengkulmu bro.. !

Telaga Warna.  Itulah nama telaga yang akan disambangi.  Sebuah telaga yang mempunyai karakteristik warna yang suka berubah.  Terkadang berwarna hijau.  Kadang kuning atau bahkan seperti pelangi.  Tentu saja semua ini disebabkan karena pengaruh sulfur yang tinggi.

Setelah berjalan menelusuri kawasan pertanian.  Menerobos sedikit bukit.  Sampailah pada tujuan.  Naik sedikit ke atas puncak bukit dan... woowww... mata berbau kotaku tetiba nanar kembali.  Masya Allah... keindahan kembali menggelayuti mata.

Namun kali ini aku sudah siap.  Berhimpitan dengan para teman moto lain, aku bisa mengambil beberapa foto tentang indahnya langit biru dan terhamparnya telaga warna.  Menyenangkan sekali.  Mak nyess gitu.


Memang, melihat keindahan telaga warna, melihat para petani yang sedang mencari nafkah serta melihat sekumpulan lelaki bersarung atau perempuan bersyal dan berkerudung di pegunungan, memberi sensasi lain.  Menghilangkan rasa pucat kota besar dengan kehangatan alam.  Seolah melupakan sesaknya kota dengan segarnya udara pegunungan.



Sunday, June 3, 2018

Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 2)

Setelah kendaraan kami sampai, segera saja sang pemandu tour membawa kami menelusuri kawasan Dieng.  Dibawalah kami pada pemandangan Dieng masa lampau.  Penuh reruntuhan candi.  Rupanya sejak dahulu kala daerah ini menjadi daerah sakral.  Terbukti dengan reruntuhan candi yang bertebaran.

Namun, kami tidak berhenti disitu saja.  Kami malah diminta naik ke atas bukit.  Maka terpaksalah kami jalan menaiki bukit.  Arah yang dituju adalah museum Kaliasa.

Kaki yang kaku karena belum lama lepas dari cengkeraman kursi elf, terpaksa melaju naik.  Kalau ada bunyinya, kira-kira begini... "teklaak.. tekluukkk teklaaak tekluuk..".

Tak apalah, karena jadual memang sudah diatur seperti itu.  Ikuti saja dan berharap ada kejutan yang menyenangkan.  Nah.. benar saja.  Tak berapa lama akhirnya mendapatkan rejeki temannya anak pak Soleh.  Pemandangan menakjubkan terjadi ketika sudah berada di atas.

Terhamparlah indahnya kabut yang menyelimuti kawasan candi dan perkampungan.  Seolah menyatu dalam heningnya alam.  Terlelap dalam pelukan kabut.  Indahnya dunia..  Masya Allah... begitu menakjubkan.  Tak lekang mata ini nanar melihat keindahan.  Sampai lupa mengabadikan indahnya Dieng dari atas.  Hanya sedikit foto yang didapat.


Memang, bagi pecinta keindahan alam, pandangan alam indah membuat mata nanar dan membekukan apa yang direncanakan.  Niat mau motret tapi malah berlama-lama menikmati keindahan alam.  Itulah kenapa aku sering berulang kali mengulang perjalanan ke tempat yang sama.  Tak ada bosannya karena selalu menemukan sesuatu yang baru.

Bagiku, hal terpenting adalah masih bisa menikmati.  Walau badan lungkrah dan kaki pegal-pegal.  Karena suatu saat, aku pasti tidak dapat menikmati lagi.  Ketika badan merenta dan tulang sudah tak kuat menyangga badan.

Oleh karena itu, buat anak muda yang masih perkasa.  Pergilah kemanapun kau suka.  Reguk nikmatnya dunia tanpa perlu rasa khawatir.  Jalanlah... mlakulah... telusuri keindahan dunia.


Negeri diatas awan (Dieng, Bagian 1)

Tahukah engkau ?  Apa salah satu impian aku ? Menelusuri Dieng !

Dieng adalah salah satu dataran tinggi yang terletak dalam wilayah Wonosobo dan Banjarnegara.  Wilayah yang merupakan dataran vulkanik aktif di propinsi Jawa Tengah.  Berada pada ketinggian rata-rata 2000 meter diatas laut, tentu saja menimbulkan sensasi dingin yang menggigit pada alam tropis ini.