Bali, sebuah pulau yang "katanya" penuh dengan keindahan. "Katanya" juga penuh dengan adat istiadat yang dijaga kuat. "Katanya" lagi, banyak turis manca negara yang suka bermain di pantai. Lebih-lebih, "katanya" suka pada "polosan". Pokoknya banyak yang bilang, "katanya" sepotong surga di dunia.
Bagiku... sebagai pencinta landscape (wanna be), jelas pengen banget menangkap keindahan cahaya di Bali. Pantai dengan langit indah, terasering sawah berundak anggun dengan subaknya, tarian budaya yang melenggak-lenggok ceria, serta pura, bangunan masa lalu yang menjulang dalam diam.
Nah, pas ditawari abah Maki S, sesepuh kampung Sindang Barang Bogor, untuk photo trip kesana, duuhhh biyuuung, nafsu menggelegak pengen berangkat. Kayaknya puas banget kalau bisa moto-moto disana. Namun.. akan tetapi.. dilema.. adalah mengetahui perjalanan harus pake montor mabur. Inyong kudu mabur kiyeee...
Itulah kawan, terbang adalah salah satu hal yang paling menakutkan bagiku. Seraya nyawa ikut melayang. Dag dig dug jantung pasti berdebar kencang. Badan kaku menyergap raga. Otak beku tak bertepi. Serta telinga berdenging menyakitkan rasa. Duuuh... sengsara pokoknya.
Namun kali ini, aku memilih nafsuku untuk mengabaikan semua itu. Aku kudu berangkat untuk menikmati keindahan Bali. Tanpa syarat dan was-was atas segala hal di angkasa nanti. Perjalanan tiga hari dua malam harus aku jabani. Harus.. harus dan harus ! (belagu banget dah, padahal takut terbang tetap menghantui)
Dini hari kami terbang ke Bali. Tak usah aku ceritakan betapa menakutkan "rasa" terbang itu. Males.. hehehe. Tapi intinya, kami sampai di Bali dan segera mencari secangkir kopi. Biar otak agak mencair dan lutut bisa ditegakkan dengan gagah. Saat itu rombongan kami terdiri dari enam orang tukang foto.
Langsung kami menuju spot pertama. Menangkap cahaya di tukad Unda. Menangkap anak-anak yang bermain air. Saat itu cukup panas namun cuek aja kami me-sungai-kan kaki. Nyemplung kecehan dan jebrat jebret sepuasnya. Tapi ada juga yang engga ikut nyebur. Hanya menonton dengan santai di pinggir sungai. Biarlah.
Pada saat itu aku belajar. Untuk motret model ginian, baiknya pake lensa termos atau lensa paralon (tele) yang bagus. Bisa bikin F angka kecil dan bisa ngambil dari jarak lumayan jauh. Lensa mahal pastilah lebih bagus.
Atur juga setting kamera biar pada saat mencet, akan mengambil gambar secara beruntun. Istilah kerennya adalah continuous atau burst mode sebanyak kamera sanggup. Biasanya 5-6 frames sekali pencet. Perlu diset seperti ini karena akan banyak gerakan dinamis dari obyek foto.
Jangan lupa untuk mainan ISO dan kecepatan Speed diatas 1/1600 ms biar bisa nge-freeze. Pake model aperture, speed atau manual juga boleh. Ada baiknya gambar diambil pake model JPG terbaik, biar bisa cepat mainan pencetan shutter. Kalau RAW akan ada jeda saat memencet dan menyimpan.
Puas maenan air, kami segera menuju lokasi hotel dan beres-beres bentar. Abis itu cabut lagi ke wilayah sekitar gunung batur.
Terus ? mana landscape nya ? Eh... huahahahaha... lupa.
No comments:
Post a Comment