Thursday, July 26, 2018

Aja Nangis Kanggo Inyong, Purwokerto #Jilid Papat

#Kematian_adalah_tidur_panjang

Sejatinya perjalanan ke Purwokerto membawa niat pribadi.  Menengok Pak Dono, pembuat rak buku dan meja kayu,  serta mas Haris, guru programming komputerku pertama kali.




Pak Dono dan bu Dono, bisa dianggap sebagai ayah dan ibu saat aku masih tinggal di Purwokerto.  Hubungan kami cukup dekat.  Hampir pada setiap waktu senggang, aku dan pak Dono sering ngopi bareng sambil ngobrol ngalor ngidul.  Cerita segala macam hal.  Mulai hal remeh temeh sampai hal besar tentang kampus.  Bahkan cerita tentang cinta segala.

Terkadang pagi-pagi, kalau pas nganggur, aku sering momong anak-anaknya.  Ngajak ngobrol, ngeledek, bikin nangis atau apalah.  Ngajak latihan jalan atau sekadar bikin gambar di komputer.  Abis itu biasanya ditawari mie goreng atau nasi hangat dan mendoan.  "Mas Lupi.. kiyeh nyarap disit".  Aah.. alunan kehidupan yang indah untuk diingat.


Kalau engga salah, mulai anaknya yang sudah wafat dan kakaknya pernah aku ajak ke Cirebon.  Cuman main dan nengok orang tua ku.

Kalau aku ke Purwokerto, pasti aku sempat-sempatin main ke rumah pak Dono.  Bahkan pernah juga nginep.  Ya begitulah... aku lebih suka nginap di rumah orang dan ngobrol daripada nginep di hotel.

Saat pagi sehabis keliling dengan teman asal Tasik, aku sempat mampir ke rumah Pak Dono.  Teriak "Assalaamu'alaikum".  Dijawab dengan kekagetan oleh bu Dono dan langsung menunjuk ke ruang tamu.  Rupanya ada kasur dan ku lihat pak Dono terbaring lemah.

Bu Dono cuma menunjuk dan wajahnya menunjukkan kesedihan.  Segera aku hampiri pak Dono, kasih senyum dan berucap, "Tetap semangat pak.  Cepet sembuh".  Pak Dono cuma tersenyum lirih.

Aku sempat ngobrol sebentar dengan bu Dono perihal pak Dono.  Cerita tentang penyakitnya.  Cerita tentang kenekatan tetap kerjanya.  Cerita tentang .. ah.. semua hal.  Tak bisa lama aku mendengarnya.  Karena harus pergi ke Sumampir.  Aku cuma titip pesan, akan kembali nanti sore.

Setelah seharian bersama teman-teman, aku kembali ke jalan Kampus.  Niatku adalah mau ke rumah pak Dono sesorean dan mungkin sampe malam.  Cuma pengen kasih semangat dan cerita-cerita masa lalu.

Tetapi sampai disana, ternyata pak Dono sudah dibawa ke rumah sakit Islam.  Sekitar Kali Bogor.  Langsung meluncur kesana dan akhirnya ketemu.

Saat ditengok, wajahnya terlihat segar.  Mungkin karena bantuan infus.  Senyum lirih dan minta dibuatkan minuman susu.  Namun kemudian tertidur lagi.  Akhirnya yaa ngobrol lagi dengan bu Dono dan anak perempuan semata wayangnya.  Cerita bermacam-macam.

Dalam hatiku hanya bisa berucap.  Ikhlaskan dan kuatkan hati.  Jujur, aku teringat saat-saat ibuku wafat beberapa bulan sebelumnya.  Butuh keikhlasan dan kesabaran saat merawat keluarga yang sakit.

Aku pamitan menjelang maghrib.  Aku janjikan besok sebelum berangkat pulang, aku akan mampir kembali.

Esoknya, aku sempetin mampir ke rumah Pak Dono untuk melihat kondisi anak-anak.  Ternyata dapat kabar bahwa Pak Dono dibawa ke rumah sakit Margono.  Rumah Sakit dengan peralatan yang lebih lengkap.

Berat rasanya buat kesana.  Apalagi aku harus mencari tiket sore itu juga.  Aku cuma bisa pamitan sama anak perempuannya yang pas di rumah.  Minta maaf tak bisa menengok ke Margono.

Sampai beberapa hari kemudian, kudapati pesan missed voice call dan message di WA.


Innalillahi wainna ilaihi rojiun.  Semoga Allah SWT memberikan ampunan, melapangkan kuburnya, menerangkan kuburnya serta dibangkitkan bersama umat muslim pengikut Nabi Muhammad SAW dan kekal di surga.

mbrebes mili atiku, wor.  Kehilangan beberapa orang yang aku hargai di tahun ini.



No comments:

Post a Comment